Sunday, December 16, 2007

Dirajam Sunyi

Dirajam Sunyi

Sudahlah; ringkas saja segala mimpimu

tuk kau kemas sebagai kenangan di liang lahad!

Siapa pula mengajarku bermimpi? tanyamu curiga

karena tak berani menyalahkan diri sendiri.

Kau masih saja mempercakapkan burung-burung

yang hinggap di jendela kamarmu;

kau mendengarnya bernyanyi-nyanyi

lalu kau pun menerjemahkannya sebagai

ungkapan mesra dari kekasihmu

Aduhai...sungguh kasihan dirimu

yang selalu merasa sendiri

dan mengkhayalkan siapa saja

perempuan yang kautemui sebagai kekasihmu

Pernah juga hampir kau gapai khayalmu

ketika suatu ketika kau bertemu dengannya;

perempuan wangi melati

Sayang, kau lihat belati di ketiak perempuan itu

dan kau mengundurkan diri secara diam-diam

mau apa lagi selain mengutuk diri sendiri?

Tidak pernah lelah kau berlari

sambil menunjuk sesuatu yang kau lihat di depanmu

sebagai entah yang akan kau raih

dan kau pun marah; mengambil paku dan pecahan kaca

lalu kau tancapkan di matamu hingga darah merah

yang amis mengaliri wajahmu

mata ini yang menipuku teriakmu dan orang-orang

yang lalu-lalang di sekitarmu menuduhmu gila

karena melihatmu mengunyah bola mata sendiri

Kini; kau pun mengaku menyerah

lalu rebah dan meminta orang-orang terdekatmu

pergi menjauh mengirimkan lempengan-lempengan

batu tajam; sunyi yang selalu menari di kepalamu

untuk kau rajamkan di jantungmu

Sambil mengingat nama-nama gadis

yang pernah kau buat menangis

kau ambil batu pertama lalu

kau hunjamkan di ulu hatimu

dan lidahmu kelu menyebut nama Tuhan

yang kau tuduh telah lama bunuh diri

Kairo 2 Juni 2006

Aku Pun Mendoakan Pernikahanmu

Saat kau melangsungkan pernikahanmu

Kau masih bertanya tentang diriku

Demikianlah perihal yang kutahu

Duhai demikian syahdu kau senandungkan cinta kita

Tolong sebagai kenang saja segala air mata

Sebab sebuah entah masih harus kutelusuri

Sebab sebuah langkah mesti harus kujalani

Hapus air matamu karena sejarah menulis dirinya sendiri

Aku tahu kau gemetar mencium pundak tangan suamimu

Kau cari wujudku; aku gentar dengan semua tulus kasihmu

Bisikku ketika pertama kali kita bersama di bilik bulan purnama

Kita saling mengikat pada teka-teki: cinta, masa,

Dan hidup yang tak pernah terduga.

Kairo 21 Mei 2006

Detik Ini

Detik ini tiba-tiba

kuingin menyebut namamu

tapi aku tak tahu

dari mana memulainya

Detik ini tiba-tiba

kuingin menyebut namamu

tapi aku tak mengerti

apa ini masih berarti

Alif Laam Miim

Alif Laam Miim

Ya Allah, Tuhanku

Gantung jiwaku agar tegak seperkasa Alif-Mu

Raih tanganku untuk menari, membawakan suguhan

Cinta rindu redam, zikir membasah di lidahku

Agar aku lupa cara bersumpah-serapah

Karena gersang bumi

dan kutub utara yang lebur mendatangkan tsunami.

Ya Allah, Tuhanku

Banjiri pikirku dengan bandang dan badai

keagungan-Mu melalui ayat-ayat alam,

Lapis-lapis langit yang senantiasa bertasbih

Meneteskan hujan dan embun air mata

Matahari-Mu yang gagah perkasa

Memanggang badanku yang kurus-kerempeng

Agar aku ingat panas neraka yang tak terbayang.

Tuhanku, jadikan Lam-Mu

Api yang membakar hutan belukar maksiatku

Lantas Kau datangkan sampan Nuh

Yang menyeberangkan ruh-ku

Menuju dermaga pengampunan-Mu,

Aku rindu saat Kau tiupkan ruh ke dalam jasadku

Dan Kau bertanya, “Bukankah aku adalah Tuhanmu?”

Aku menjawab, “Benar. Aku bersaksi, Kau adalah Tuhanku.”

Lalu ketika aku mampir ke sepetak bumi ini

Kutuhankan uang, kutuhankan pemilihan umum,

Kutuhankan partai politik, kutuhankan kursi presiden,

Kutuhankan juga setan iblis dan nafsuku.

Datangkan air dari telaga alkautsar-Mu,

Basuhlah hatiku agar tulus mengakui tauhid-Mu

Kau Yang Esa, Kau Yang Satu,

Kau Yang Raja di atas segala raja

Kaulah Tuhanku!

Bukan uang, bukan pemilihan umum,

Bukan partai politik, bukan kusri presiden,

Bukan setan iblis, bukan pula nafsuku!

Basuhlah, ya Allah...

Mim-Mu adalah cahaya maha cahaya

Kau datangkan lentera di pekat gelap

jalanku menuju rumah sunyi

tapi Kau menggamitku ke rumah-Mu yang ramai

“Di sini, di Mekah ini, Ibrahim dan Ismail

mendirikan pancang tiang bendera

agar kamu sadar, harus dibawa kemana

hatimu berwisata,” tegurMu ketika kulihat

seorang laki-laki berjubah putih membaca

awal al-Baqarah di depan Ka’bah

“Alif Laam Miim. Inilah kitab al-Quran

yang tiada keraguan di dalamnya,

sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.”

Aku melihat langit terbuka,

dan jibril membawa serta doaku ke sana.

Ibrahim, Ismail, dan Seekor Kambing*

I

Ibrahim terjaga dari tidurnya ketika langit

menghidangkan bulan sabit

“Semalam aku bermimpi yang itu lagi,” bisiknya

sambil menatap Ismail dengan iba

Ketika matahari terjaga, Ibrahim menghampiri

Ismail dan berkata, “Anakku, aku melihat

dalam mimpiku bahwa aku menyembelihmu,

pikirkanlah bagaimana pendapatmu!”

Ismail menjawab, “Ayahanda, kerjakanlah

apa yang Allah titah, apa yang Allah perintah,

Pada-Nya aku berserah,

Pada-Nya aku menyerah.”

II

Ayah dan anak itu bergegas pergi menuju Allah,

malaikat membentangkan sayapnya,

gemuruh tasbih dari lidah semesta,

bersaksi tentang Ismail yang akan disembelih.

Gersang sahara membakar mereka,

Iblis datang membawa aroma neraka,

“Hahaha, apa yang kau lakukan hai orang gila?”

Ibrahim dan Ismail memungut tujuh batu kerikil,

“Bismillahi Allahu akbar! Bismillahi Allahu akbar!

Dengan nama Allah yang Maha Besar!

Enyahlah kau makhluk terkutuk!”

III

Aku menyaksikan Ibrahim menengadah

dan Ismail pasrah menyerah

kudengar mereka berdoa

“Ya Allah, kami telah memenuhi panggilan-Mu.”

Ketika pisau yang menyala itu diletakkan

di leher Ismail, air mata melaut di pipi Ibrahim

“Ya Allah, hanya cinta padaMu yang sejati.

Anak semata wayang ini aku sembelih

karena perintah-Mu. karena aku hamba-Mu.”

Pisau yang menyala itu kini menjilati leher Ismail,

Seketika darah segar menyembur seperti air mancur.

Ibrahim membuka matanya dan dia mendapati

seekor kambing tergeletak tak bernyawa.

Ismail tersenyum lebar di sampingnya

lalu Ibrahim memeluknya penuh suka-cita

Demikianlah Allah membalas pengurbanan hamba-Nya.

IV

Aku berdiri sekarang di tempat ini

Kulihat lautan manusia maha luas

Menyembelih tamak dan kikir di hati

Serta menahan nafsu yang membuas

Labbaik, Allahumma labbaik

Ya Allah, aku telah memenuhi panggilan-Mu

Bumi Para Nabi, 1 Dzulhijjah 1428

*Catatan: Puisi ini mengacu pada al-Quran surat Ash-Shâffât ayat 100-111.