Saturday, September 27, 2008

Jejak Sunyi

Aku tak pernah membayangkan bila suatu ketika aku -akan- menjadi penulis. Ini cita-cita dan cinta yang kutemukan dalam diriku ketika aku hampir selesai dari masa remaja. Aku sekolah dari SD sampai lulus MAK, nyaris seperti matahari yang terbit setiap pagi. Hanya menjalani rutinitas tanpa pernah menyadari apa sebenarnya yang aku cari. Ketika kecil dahulu guru sering bertanya apa cita-citaku. "Menjadi dokter, pilot, presiden, dan lainnya." Itu adalah jawaban yang paling gampang dan terasa gagah bila disebutkan. Bahkan sampai kemudian aku bercita-cita menjadi penulis-lah aku baru sadar bahwa setiap manusia harus punya cita-cita, dan lebih dari itu, cita-cita itu adalah suatu yang harus dicintai sepenuh hati.

Cita-cita bukan sekedar impian akan sebuah tempat nyaman. Cita-cita pun tak sesederhana agenda kerja dengan gumpalan uang yang melimpah-ruah.

Bagiku puisi adalah darah yang jika berhenti mengalir berarti aku telah mati. Suatu saat kelak, aku akan bercerita bagaimana perjuanganku menulis. Saat ini dan sampai kapan pun, aku masih belum seberapa. Aku mungkin begini saja. Tak berkembang atau malah mundur ke belakang. Tapi tidak mengapa. Selama napas masih ada dan aku tak berhenti berusaha menjadi pengrajin kata yang baik, maka penting bagiku untuk menulis Jejak Sunyi. Puisi ada cita-citaku. Puisi adalah cintaku.

No comments: